Menu Close Menu

KPK Tekankan Penerapan Business Judgement Rule untuk Ciptakan Iklim Bisnis Bebas Korupsi

Kamis, 13 Maret 2025 | 18.24 WIB

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pentingnya penerapan prinsip Business Judgement Rule (BJR) dalam pengambilan keputusan bisnis, khususnya di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), untuk menciptakan iklim bisnis yang sehat dan bebas dari praktik korupsi.


Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, dalam workshop yang diadakan oleh PT Pertamina EP Cepu bertajuk Penguatan Good Corporate Governance melalui Penerapan Business Judgement Rule, yang berlangsung di Jakarta pada Rabu (12/3/2025).


Fitroh menegaskan bahwa keputusan bisnis yang diambil oleh direksi BUMN, seperti PT Pertamina EP Cepu, harus mengutamakan kepentingan perusahaan dan bukan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Karena penerapan prinsip BJR adalah kunci untuk memastikan keputusan yang diambil transparan dan bebas dari potensi konflik kepentingan.


“Pengambilan keputusan harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian untuk menghindari adanya mens rea (niat jahat) yang bisa berujung pada konflik kepentingan. Menurut Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), korupsi terjadi jika ada unsur kesengajaan yang menyebabkan kerugian negara. Oleh karena itu, setiap keputusan harus berlandaskan pada objektivitas dan integritas,” ujar Fitroh.


Korupsi di sektor BUMN masih menjadi tantangan besar bagi Indonesia. Berdasarkan data KPK, sejak 2004 hingga 2024, sudah ada 181 kasus korupsi yang melibatkan BUMN dan BUMD. Pada tahun 2024 saja, terdapat 38 kasus korupsi yang masih dalam penanganan. Angka ini menunjukkan betapa pentingnya penerapan Good Corporate Governance (GCG) dalam setiap aspek keputusan bisnis di sektor BUMN.


Prinsip BJR juga diatur dalam Pasal 97 ayat 5 Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT) yang menekankan bahwa setiap keputusan yang diambil oleh direksi harus bebas dari konflik kepentingan. Fitroh memberi contoh konkret bagaimana konflik kepentingan dapat memengaruhi objektivitas pengambilan keputusan.


“Misalnya, seorang Direktur yang ingin membeli barang dari perusahaan tempat anaknya bekerja, atau dari perusahaan milik saudaranya. Keputusan semacam itu jelas bisa menimbulkan konflik kepentingan dan merusak objektivitas dalam kebijakan yang diambil,” tambah Fitroh.


Dengan fokus pada penerapan prinsip BJR, KPK berharap agar setiap keputusan yang diambil dalam sektor BUMN benar-benar berpihak pada kemajuan perusahaan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan pribadi. Dengan demikian, diharapkan dapat tercipta iklim bisnis yang lebih transparan, sehat, dan bebas dari korupsi.


Melalui workshop ini, KPK mengingatkan seluruh pemangku kepentingan di BUMN untuk berkomitmen pada pengelolaan perusahaan yang berbasis pada prinsip tata kelola yang baik, sehingga Indonesia dapat memiliki iklim bisnis yang bersih dan berkelanjutan.

Komentar