DHEAN.NEWS JAKARTA - Pada dasarnya hukum Islam memiliki fleksibilitas dalam pelaksanaannya sesuai dengan kondisi yang ada, seperti halnya saat terjadi pandemi Covid-19. Fleksibilitas inilah yang menjadi ruh fatwa para ulama di masa pandemi ini, termasuk fatwa-fatwa yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait dengan Covid-19.
“Hal itu sejalan dengan tujuan utama diturunkannya syariah Islam yang dalam penerapannya memiliki beberapa tingkatan sebagai landasan penetapan fatwa,” tutur Wapres pada Wabinar Universitas Al-Azhar, Rabu (5/8/2020).
Di masa pandemi ini, menurut Wapres, dalam menetapkan fatwa, para ulama mengambil landasan utama yaitu menjaga keselamatan jiwa.
“Hal utama dalam kondisi pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini adalah bagaimana menjaga keselamatan jiwa yang dalam istilah maqashidu as-syariah disebut sebagai hifdzun nafs,” ungkap Wapresi.
Alasannya, karena menjaga keselamatan jiwa tidak ada alternatif penggantinya atau tidak bisa tergantikan.
“Sedangkan tingkatan lainnya seperti prinsip menjaga keberlangsungan agama, hifdzud din, menjadi urutan berikutnya, karena ada alternatifnya, yaitu penerapan keringanan, rukhsah,” jelas Wapres.
Setelah dua prinsip tersebut, lanjut Wapres, fatwa ulama kemudian baru mempertimbangkan tiga prinsip yang lainnya, yaitu prinsip menjaga akal, prinsip menjaga keturunan, dan prinsip menjaga harta.
“Pertimbangan utama pemerintah dalam mengambil kebijakan untuk penanggulangan pandemi Covid-19 adalah menjaga kemaslahatan rakyatnya, baik dari dampak kesehatan, sosial, maupun ekonomi. Menjaga kemaslahatan masyarakat itu sejalan dengan prinsip maqashidu as-syariah, terutama yang menyangkut hifdzun nafs (menjaga keselamatan jiwa),” pungkas Wapres.
Komentar