DHEAN.NEWS JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri mendukung penuh status Indonesia menjadi anggota penuh FATF. Komitmen itu ditegaskan Menteri Dalam Negeri Prof. H.M Tito Karnavian, Ph.D., saat menghadiri Rapat Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Kantor PPATK, Jakarta, Jumat (13/12/2019).
Financial Action Task Force (FATF) adalah Sebuah Lembaga Internasional yang mengeluarkan standar untuk mencegah dan memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (TPPT), salah satu fungsi FATF adalah melakukan evaluasi terhadap negara-negara di dunia khususnya di dalam melakukan pencegahan pencucian uang terhadap pendanaan terorisme, status Indonesia pada FATF saat ini masih sebagai observer dan Indonesia berkeinginan meningkatkan statusnya yaitu dari observer menjadi anggota penuh FATF.
Pada Bulan Maret sampai dengan Oktober 2020 assessor FATF akan melakukan penilaian sektor Ormas/NPO terkait penerimaan dan pemberian sumbangan dana dari Ormas ke Masyarakat. Penilaian yang dilakukan assessor FATF tersebut adalah merupakan salah satu faktor penentu bagi Indonesia untuk bisa menjadi anggota penuh FATF.
Adapun langkah-langkah yang telah dilakukan Kemendagri untuk mendukung peningkatan status dari observer menjadi anggota penuh yaitu antara lain :
Pertama, menyusun Laporan Pengkinian hasil penilaian resiko TPPT terhadap Ormas yang menerima dan memberikan sumbangan kepada masyarakat;
Kedua, penyusunan dan penetapan kriteria ormas yang menerima dan memberikan sumbangan kepada masyarakat beresiko tinggi TPPT;
Ketiga, identifikasi entitas ormas yang menerima dan memberikan sumbangan kepada masyarakat yang beresiko tinggi TPPT;
Keempat, percepatan penyelesaian pembangunan database ormas secara online;
Kelima, diseminasi Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2017 kepada entitas ormas yang menerima dan memberikan sumbangan kepada masyarakat yang berisiko tinggi TPPT;
Keenam, penyusunan draft pedoman pelaksanaan pengawasan penerapan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2017 kepada entitas ormas yang menerima dan memberikan sumbangan kepada masyarakat;
Ketujuh, penetapan pedoman pelaksanaan pengawasan penerapan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2017 kepada entitas ormas yang memberikan sumbangan kepada masyarakat berbasis risiko;
Kedelapan, telah dilaksanakan edukasi hasil pengkinian SRA Ormas dan tools pengawasan berbasis resiko / Risk Based Supervision (RBS) melalui kegiatan program mentoring berbasis resiko sektor Ormas di 8 Provinsi yang beresiko tinggi pendanaan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme pada aparatur Kesbangpol guna pencegahan anti pendanaan teroris sektor ormas.
Tak hanya itu, Kemendagri juga akan menyusun petunjuk teknis atas implementasi Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2017 tentang tata cara penerimaan dan pemberian sumbangan kepada ormas dalam pencegahan tindak pidana pendanaan terorisme.
Komentar