DHEAN.NEWS HANOI VIETNAM - Kapolri Jenderal Polisi Prof. H. Muhammad Tito Karnavian, Ph.D. memimpin langsung delegasi Polri dalam Konferensi ASEANAPOL Tahun 2019 di Hotel Melia, Hanoi, Vietnam.
Acara akan berlangsung selama 5 hari, dari hari Senin tanggal 16 September sampai dengan Jumat 20 September 2019. Meskipun demikian, upacara pembukaan secara resmi baru dilaksanakan pada Rabu pagi, 18 September 2019, oleh Menteri Keamanan Publik Vietnam, Jenderal To Lam.
Tujuh dari sepuluh kepala kepolisian negara ASEANAPOL hadir sebagai pimpinan delegasi masing-masing negara. Sedangkan tiga negara yang dihadiri oleh wakil kepala kepolisian adalah Malaysia, Laos, dan Thailand.
Konferensi juga dihadiri oleh 10 delegasi mitra dialog, yaitu Kepolisian Australia, China, Jepang, Korea, New Zealand, Rusia, Turki, Setjen INTERPOL, dan EUROPOL.
Enam delegasi turut hadir sebagai peninjau, yaitu Kepolisian Timor Leste, Fiji, National Crime Agency Inggris, FBI, International Association of Chief of Police, serta Palang Merah Internasional.
Sebagai bentuk komitmen kerja sama yang erat, tema yang diangkat dalam Konferensi ASEANAPOL tahun 2019 adalah “honoured by partnership, sustained by unity”.
Dalam Konferensi ini, Kapolri Jenderal Polisi Prof. H. Muhammad Tito Karnavian, Ph.D. menyoroti pentingnya kerja sama kepolisian antar negara-negara ASEAN dalam mewujudkan stabilitas keamanan di kawasan Asia Tenggara, khususnya dalam penanggulangan kejahatan transnasional, untuk mendukung terselenggaranya pembangunan ekonomi menuju kemajuan dan kesejahteraan bangsa.
Hal tersebut tidak dapat dipisahkan dari peran penting negara-negara ASEAN dalam dinamika ekonomi dunia. Ketahanan dan pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia Tenggara yang cukup unggul, telah menjadi perhatian utama dunia di tengah kemelut perdagangan dan ekonomi dunia.
“Keunggulan dan keberhasilan ekonomi negara-negara ASEAN hanya akan dapat terwujud dengan terpeliharanya stabilitas keamanan yang optimal”, tegas Kapolri.
“Oleh karena itu, kerja sama di antara kepolisian negara-negara ASEAN memainkan peran penting. Dalam konteks itulah Konferensi ASEANAPOL ini memiliki peran sangat strategis dalam upaya mengoptimalkan kerja sama kepolisian di kawasan Asia Tenggara”.
Kerja sama tersebut diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan di bidang operasional, seperti tukar menukar informasi dalam pencegahan kejahatan secara dini maupun penindakan, pencegahan dan penanganan berbagai kejahatan di kawasan perbatasan, serta berbagai bentuk komunikasi dan koordinasi dalam penegakan hukum.
Selain itu, kerja sama juga diselenggarakan dalam bidang pengembangan kapasitas, yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kepolisian, serta berbagai bentuk diskusi dan kursus intensif dan berkelanjutan.
Dalam sesi pleno pertama yang digelar setelah upacara pembukaan, Kapolri menyampaikan dukungan secara terbuka terhadap upaya untuk memperkuat aspek operasional ASEANAPOL melalui pembangunan pusat data yang kuat dan terintegrasi.
Namun demikian Kapolri juga menggarisbawahi bahwa upaya tersebut hanya akan dapat terwujud bila terdapat keinginan yang kuat dari seluruh organisasi kepolisian anggota ASEANAPOL dan pemerintah negara-negara anggota.
Secara teknis, Kapolri juga mengingatkan bahwa tantangan yang akan dihadapi dalam bidang operasional juga sangat besar, khususnya perbedaan sistem dan budaya hukum negara anggota. Kejahatan di sebuah negara belum tentu menjadi rumusan kejahatan berdasarkan undang-undang negara lain.
Lebih lanjut, Kapolri menekankan bahwa jenis data yang dikumpulkan dan dibagikan juga harus diatur secara ketat. Keberhasilan dan kegagalan yang dialami oleh EUROPOL dan INTERPOL dalam pengelolaan pusat data juga harus menjadi pelajaran untuk menentukan model terbaik bagi kepolisian negara-negara Asia Tenggara.
Tantangan ASEANAPOL
Perkembangan kejahatan lintas negara yang didorong oleh kemajuan teknologi informasi dan transportasi, tetap menjadi tantangan utama bagi kepolisian negara-negara ASEAN. Terorisme, perdagangan orang, peredaran gelap narkoba, perdagangan satwa dilindungi (wildlife crime), serta penyelundupan senjata api menjadi pembahasan khusus dalam Konferensi ASEANAPOL tahun 2019.
Demikian pula dengan berbagai bentuk kejahatan kelautan/maritim, kejahatan ekonomi dan perbankan, kejahatan siber, pemalsuan dokumen perjalanan, dan penipuan lintas negara/transnational fraud, juga menjadi perhatian utama dalam konferensi tahun ini.
Sebagai upaya penanggulangan terhadap berbagai bentuk tantangan tersebut, maka konferensi ASEANAPOL tahun ini juga mengagendakan pembahasan terkait pengelolaan Electronic ASEANAPOL Database system 2.0 (e-ADS 2.0), bantuan hukum timbal balik/mutual legal assistance, kerja sama pendidikan dan pelatihan kepolisian, serta optimalisasi kerja sama jaringan forensik ASEANAPOL.
Sejarah ASEANAPOL
ASEANAPOL bermula pada tahun 1981 di Manila, dengan diselenggarakannya pertemuan 5 Kepala Kepolisian Negara ASEAN, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Polri kala itu dipimpin oleh Kapolri Jenderal Polisi Prof. Awaluddin Djamin.
Mulai tahun 1983, dalam pertemuan tahunan di Jakarta disepakati format pertemuan dan logo ASEANAPOL. Sejarah berlanjut di tahun 1984 ketika Brunei mulai bergabung dalam ASEANAPOL, dilanjutkan Vietnam di tahun 1996, Laos dan Myanmar di tahun 1998, dan terakhir Kamboja di tahun 2000. Hal tersebut selaras dengan keikutsertaan negara-negara tersebut dalam ASEAN.
Pada pertemuan di tahun 2008, disepakati penetapan Kuala Lumpur sebagai lokasi Sekretariat ASEANAPOL. Dua tahun berselang, pada tanggal 1 Januari 2010, Sekretariat ASEANAPOL di Kuala Lumpur mulai beroperasi.
Sampai dengan saat ini, keanggotaan ASEANAPOL tetap terdiri atas 10 negara. Sedangkan Timor Timur sebagai salah satu negara di Asia Tenggara masih berkedudukan sebagai observer.
Konferensi tahunan ASEANAPOL menjadi agenda penting dalam membangun kerja sama di antara kepolisian negara-negara ASEAN, khususnya dalam upaya mewujudkan stabilitas keamanan di kawasan Asia Tenggara.
Komentar