DHEAN.NEWS JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan bahwa pemerintah memperkirakan bahwa masa tanggap darurat, rehabilitasi hingga rekonstruksi akan selesai dalam waktu dua tahun. Pada saat itu, kehidupan masyarakat di Palu dan Donggala pasca bencana gempa bumi disertai tsunami akan kembali berjalan dengan normal.
“Tahap tanggap darurat, tahap rehabilitasi maupun tahap rekonstruksi itu dua tahun Palu bisa selesai, utuh kembali, normal kembali,” ujar Menko Polhukam Wiranto dalam jumpa pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (5/10/2018) malam.
Menurut Menko Polhukam, untuk tahap tanggap darurat sendiri pemerintah berusaha agar dapat diselesaikan dengan cepat. “Kita akan terus berusaha secepatnya, tapi mungkin sekitar satu bulan lebih tanggap darurat baru bisa selesai. Artinya proses evakuasi, merawat yang sakit, menjamin yang hidup ini bisa kembali hidup kembali itu kira-kira satu sampai dua bulan,” katanya.
Menko Polhukam mengatakan, dalam waktu 7 hari tanggap darurat bencana semuanya sudah berangsur-angsur membaik. Tentunya, hal ini atas kesadaran seluruh masyarakat dan kebersamaan semuanya untuk membantu para korban yang terkena dampak bencana. Dikatakan bahwa tidak ada satu pihak pun yang mengklaim paling berjasa.
“Saya melihat betul bahwa dari seluruh kelompok masyarakat, TNI, Polri, semuanya bekerja keras untuk memulihkan Palu. Saya memberikan apresiasi terhadap siapapun yang memberikan bantuan sepenuhnya terhadap pemulihan kota Palu dan mudah-mudahan ini terus berlanjut. Bahkan tidak hanya solidaritas nasional terbangun, tetapi juga solidaritas internasional telah terwujud dalam menangani Palu dan saya yakin dengan kerja keras kita, kerja sama kita, kerja ikhlas kita maka dalam waktu mungkin dua atau tahun ketiga tahap itu bisa selesai,” kata Menko Polhukam Wiranto.
Dalam kesempatan itu, Menko Polhukam menyatakan sejumlah hal telah diselesaikan. Misalnya saja untuk hari ini semua korban yang meninggal sudah dimakamkan. Menko Polhukam mengatakan, ada sekitar 1.648 korban meninggal, 683 orang yang tercatat hilang, dan 152 orang yang masih tertimbun.
Terkait jenazah yang belum ditemukan dan cara evakuasinya yang tidak mudah, Menko Polhukam telah melakukan rapat koordinasi antara pemerintah daerah, pemuka agama, dan pemuka masyarakat kapan pencarian jenazah itu dihentikan. Kemudian dilanjutkan dengan satu keputusan untuk menjadikan daerah itu makam massal.
“Kalau tidak itu juga bisa menimbulkan penyakit bagi yang masih hidup. Itu tadi yang sedang dibicarakan oleh pemuka agama di sana, pemuka masyarakat dan keluarga agar mereka mengikhlaskan bahwa saudara-saudaranya itu dianggap mati syahid,” ujar Menko Polhukam Wiranto.
Mengenai pengungsi, Menko Polhukam mengatakan bahwa pemerintah tidak ingin pengungsian ini terjadi terus menerus karena hanya akan ada pada saat tanggap darurat saja. Setelah nanti ditahap kedua yaitu rehabilitasi masyarakat seharusnya sudah tidak lagi tinggal di tenda-tenda tersebut.
“Tadi kita melihat para pengungsi kemudian Pak Wakil Presiden mengadakan rapat dengan Pemerintah Daerah dan memutuskan bahwa akan membangun barak-barak darurat. Sebelum tahap ketiga rekonstruksi mendirikan rumah-rumah untuk yang terdampak itu,” kata Menko Polhukam Wiranto.
Menurut mantan Panglima ABRI ini, lokasi pembangunan barak akan ditentukan oleh Pemda. Barak yang dibangun itu merupakan barak yang siap huni, sifatnya sementara, sederhana tapi lengkap. Ada dapurnya dan MCK nya.
“Jadi tidak terhampar di jalan-jalan, di lapangan-lapangan. Sekarangkan tidak teratur, dilihat juga tidak elok. Oleh karena itu, ke depan Kementerian PUPR sudah akan membangun barak-barak darurat ditempat yang sudah ditentukan oleh Pemda agar lebih teratur lagi penampungan para pengungsi, lebih gampang mendapatkan bantuan baik makanan, minuman dan kesehatan sambil menunggu proses rekonstruksi membangun kembali rumah mereka,” kata Menko Polhukam Wiranto.
Komentar