DHEAN.NEWS JEDDAH - Tiga WNI yang berangkat ke Arab Saudi untuk menunaikan ibadah haji melalui jalur tidak resmi sempat tertahan kepulangannya dari Arab Saudi.
Mereka tidak diizinkan meninggalkan Arab Saudi sesuai jadwal penerbangan karena diketahui menunaikan ibadah haji menggunakan visa kunjungan (visa ziarah), visa umrah dan visa kerja. Ketiga WNI ini mengaku bahwa mereka tidak tahu bahwa visa yang mereka gunakan bukanlah visa haji.
Konsul Jenderal (Konjen) RI Jeddah, Mohamad Hery Saripudin, mengimbau masyarakat yang hendak menunaikan ibadah haji agar menempuh jalur resmi sehingga terhidar dari masalah hukum dan dapat menjalani prosesi ibadah dengan khusyu dan aman.
"Pastikan kepada biro travel bahwa anda benar-benar diberangkatkan dengan visa haji, bukan lainnya. Kalau perlu sebelum menyetor dana, buat surat perjanjian resmi agar bisa mengajukan penuntutan hukum, bila ternyata di kemudian ditemukan ada unsur penipuan," tegas Konjen.
Konjen juga mengajak instansi terkait, termasuk pemerintah daerah (Pemda), untuk memberikan perhatian serius terhadap praktik pemberangkatan jemaah melalui jalur yang tidak resmi.
"Biro travel nakal yang nekat memberangkatkan jemaah yang tidak sesuai aturan harus ditindak tegas," tegas Kepala Perwakilan RI di Bagian Wilayah Barat Arab Saudi ini.
Pemda, sambung Konjen, diharapkan berperan aktif melakukan kampanye penyadaran (awareness campaign) kepada warganya agar tidak tergiur dengan berbagai tawaran dari biro-biro travel nakal yang memberangkatkan jemaah secara tidak prosedural.
"Tidak Bisa Membaca Tulisan di Visa Arab Saudi"
Seorang jemaah yang tidak mau disebutkan namanya menuturkan kepada Tim Perlindungan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah, bahwa dirinya berangkat bersama suaminya pada 2 Agustus silam dan mendarat keesokan harinya di Bandara Internasional King Khaled Riyadh. Bersama rombongan jemaah lain yang berjumlah sekitar 15 orang, jemaah calon haji (calhaj) asal Jawa Tengah ini menempuh jalan darat dengan jarak sekitar 900 kilometer menuju Jeddah sebelum memasuki Tanah Suci Mekkah.
Calhaj ini mengaku sama sekali tidak tahu dirinya diberangkatkan dengan visa ziarah pribadi (ziarah syakhsiyah). Nahas saat dia hendak pulang bersama sang suami 28 Agustus silam. Dirinya tidak izinkan melintas di konter imigrasi bandara Jeddah karena melakukan pelanggaran keimigrasian, yaitu dilaporkan kabur oleh penjaminnya.
Beruntung dia sempat menunaikan ibadah haji, meski untuk kepulangannya ke Tanah Air dia diwajibkan membayar denda sebesar 15 ribu riyal atau sekitar 55 juta rupiah.
Jemaah lainnya berinisial FDW. Saat hendak pulang pada 7 September silam, FDW tertahan di bagian Imigrasi Bandara King Abdulaziz Jeddah karena dia masuk ke Arab Saudi menggunakan visa amal (kerja) dengan profesi sebagai tukang cat bangunan. Senasib dengan TSR, pria kelahiran 1954 juga mengaku tidak memahami sama sekali arti visa ziarah yang tertulis dalam Arab.
KJRI Jeddah akhirnya mengubungi biro travel yang memberangkatkan FDW dan mendesaknya agar segera mengontak penjamin FDW di Arab Saudi untuk mengurus exit visa-nya. Dia akhirnya bisa pulang ke Tanah Air pada 10 September.
Terakhir, jemaah berinisial AR menyetor uang sebesar 70 juta rupiah kepada Biro Travel PT AKM yang berkantor di Jakarta Timur. Pria asal Rokan Hilir, Riau, ini diberangkatkan pada Ramadhan silam untuk menunaikan ibadah umrah plus dijanjikan berhaji.
Malang nasibnya, selama berada di Tanah Suci, diabetes basah yang diidapnya memburuk sehingga pria berusia 61 tahun ini terpaksa dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Dia dirawat selama sebulan di Rumah Sakit Spesialis Al-Noor Mekkah. Kemudian AR dipindahkan ke Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) dan dirawat di sana sekitar 2 bulan lamanya.
AR berhasil dipulangkan pada 12 September didampingi seorang petugas setelah KJRI Jeddah melengkapi berkas dokumen yang diperlukan, antara lain, exit permit, laporan medis dari rumah sakit, dan surat layak terbang (standard medical information form for air travel/MEDIF)
Komentar