DHEAN.NEWS JAKARTA - Haji adalah salah satu pertemuan massa tahunan terbesar di dunia. Tahun ini diperkirakan 4 juta penduduk dunia melaksanakan haji, lebih dari 200 ribu di antaranya adalah warga negara Indonesia.
Pemerintah bertangggung jawab menyukseskan penyelenggaraan ibadah haji. Melalui Kementerian Kesehatan, risiko kesehatan yang kemungkinan timbul pada jemaah haji Indonesia juga ikut diantisipasi.
Sebanyak 66% jemaah haji Indonesia adalah orang berisiko tinggi (risti) kesehatan, baik karena usia di atas 60 tahun, maupun karena ada penyakit yang sudah ada sejak berangkat dari Indonesia.
Cuaca panas dan kelelahan berkontribusi besar dalam memicu penyakit kambuhan dan menambah angka sakit pada jemaah. Banyak aktivitas ibadah yang dilakukan di udara terbuka dengan sinar matahari yang langsung mengenai jemaah, debu yang banyak, serta berdesakan dengan jemaah lain dari berbagai negara, menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia dalam menekan angka kesakitan.
Kementerian Kesehatan mendapat mandat dari negara untuk melaksanakan tugasnya sehingga pemerintah hadir secara nyata di Tanah Suci, membina dan memberikan pelayanan kesehatan. Peran Kemenkes dimulai sejak para jemaah berada di tanah air. Seluruh jemaah haji diperiksa kondisi kesehatan mereka dan dilakukan pembinaan untuk menjaga kesehatan.
Kalau kurang sehat ditingkatkan kesehatan dengan menggunakan Kartu Indonesia Sehat (JKN). Oleh karenanya semua jemaah calon haji wajib menjadi peserta JKN. Mengingat kesehatan sangat diperlukan untuk melaksanakan ibadah haji, makanya kesehatan menjadi syarat naik haji, yang disebut istithaah. Walaupun syaratnya telah dipenuhi, namun tetap pemerintah kita menyediakan pelayanan kesehatan di Arab Saudi. Pelayanan yang diberikan adalah komprehesif dari pencegahan hingga pengobatan.
Untuk pelayanan pencegahan, tersedia tim promotif preventif (TPP) yang tugasnya memberikan penyuluhan kesehatan. Sementara dalam pengobatan ada dua tim, yaitu pertama adalah tim gerak cepat (TGC), yang bertugas secara cepat menemukan jemaah yang memerlukan pertolongan cepat, ditangani cepat atau dirujuk ke klinik. Kedua adalah Tim Kuratif Rehabilitatif (TKR) yang tugasnya mengobati dan memulihkan jemaah yang sakit.
Untuk kegiatan tersebut, Pemerintah membangun klinik di tempat yang rawan seperti di Arafah, Mina dan Mina Jadid, yang sifatnya sementara. Sedangkan yang permanen sebagai home base ada di tiga kota yaitu Makkah, Madinah, dan Jeddah. Dalam program ini, tersedia 1.507 tenaga kesehatan dan 79 ton obat, yang diperkuat dengan 29 ambulans.
Kemenkes telah memberikan 12 dukungan untuk menyukseskan ibadah haji, yaitu 1) SDM, 2) Obat dan perbekalan kesehatan baik yang di embarkasi dan di Saudi, 3) Alat Pelindung Diri (APD), 4) Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di Mekkah, Jeddah dan Madinah, 5) Perawatan pasien pasca operasional, 6) Makanan dan menu jemaah haji yang sakit, 7) Ambulans, 8) Penyediaan tenda kesehatan di Arafah dan Mina, 9) Proses penyiapan jemaah haji mulai pemeriksaan dan pembinaan kesehatan di tanah air, dan 10) Penyediaan vaksinasi kepada jemaah, 11) Sistem kesehatan lapangan yang dikomandoi oleh Tim Gerak Cepat (TGC), dan 12) Sistem kesehatan promotif preventif yang di jalankan TPP.
Komentar