DHEAN.NEWS BIAK – Jangan pernah bermain api. Karena bisa terbakar nanti. Tapi kalau masih mau nekat, datang saja ke Festival Biak Munara Wampasi (FBMW) 2018. Cobalah berjalan di atas bara batu. Dijamin aman. Karena ada mantra yang menyertai.
Atraksi jalan di atas bara ini, disebut Apen Bayeren. Ini atraksi yang keren banget. Karena, meski memiliki unsur magic, kekuatan budaya tetap menyertai. Yaitu tarian khas Biak Numfor.
Kesan magis didapat lewat lafal mantra pendek yang dibawakan dengan cara bernyanyi secara berulang-ulang. Yaitu Neno-neno, Apen Beyeren. Nuansa semakin sakral dengan iringan suara tifa. Nadanya dimulai dari pelan, lalu beatnya semakin cepat terdengar.
Menurut Plt Bupati Biak Numfor Herry Ario Naap, Apen Beyeren adalah kearifan lokal yang menjadi ikon Biak.
“Apen Beyeren ini wujud kekayaan Biak Numfor. Nuansanya memang sangat sakral. Inilah salah satu daya tarik pariwisata di sini,” ungkap Herry, Kamis (23/8).
Penyelenggaraan Apen Beyeren memang menjadi daya tarik. Digelar di Lapangan Cenderawasih, Kota Biak Numfor, Kamis (23/8) pukul 16.00 WIT, event ini dipadati pengunjung. Apen Beyeren dimulai dengan prosesi pembakaran batu. Materi yang digunakan adalah batu karang. Batu ini disusun dengan secara berseling dengan kayu.
Mendekati senja, batu karang dinyatakan siap digunakan. Ritual pembongkaran bakar batu dimulai dari pengambilan kayu atau bara sisa pembakaran. Setelah kayu terangkat semua, bara batu karang ini lalu diratakan.
Nuansa magic mulai terasa manakala 40 penari masuk ke venue. Tarian ini dibawakan oleh Sanggar Apen Beyeren. Penari terdiri dari siswa SD hingga SLTA di wilayah Biak Numfor.
Mereka membawakan Tarian Woro Beyusser. Sebanyak 35 siswa menari sambil bernyanyi, lalu 5 anak lainnya mengiringinya dengan tifa. Sembari duduk menari, mereka terus melantunkan mantra. Mantra ini dibawakan bernyanyi sembari penari menepuk paha secara berulang.
Kata Neno-neno berarti pujian. Filosofinya adalah persembahan Tuhan yang dibawakan melalui Wor atau tarian. Sementara Apen berarti batu yang dibakar. Atau lebih familiar dengan bakar batu. Sedangkan Beyeren memiliki arti kesepakatan.
“Apen Beyeren ini memang sarat dengan filosofis. Kearifan lokal ini telah dilestarikan lintas generasi. Secara hitoris, Biak ini memang kuat. Peradaban di Papua ini dimulai dari Biak. Ada banyak pengajar dari Biak yang dahulu disebar ke seluruh Papua,” jelas Herry.
Atraksi ini menyatukan perbedaan ‘frekuensi energi’ antara manusia dan bara batu. Setelah semuanya sama, maka bara batu yang diinjak ini tidak akan melukai atau terasa panas.
Menariknya, Herry menjadi orang pertama yang memulai ritual Apen Beyeren. Aksi dilanjutkan oleh masyarakat adat, lengkap dengan kostumnya. Satu persatu mereka melewati bara batu tersebut. Di sisi lain, ritme nyanyian ‘Neno-neno, Apen Beyeren’ dan gerakan Tarian Woro Beyusser semakin cepat.
Pada aksi berikutnya, mereka berjingkrak dan menari secara bersama di atas bara batu tersebut. Wisatawan pun diajak mencoba melewati bara batu. Sebelum berjalan, ada beberapa ritual khusus yang harus dilakukan oleh mereka. Dan, luar biasanya mereka bisa melewati bara batu tanpa melukai telapak kaki yang tanpa alas.
“Apen Beyeren ini menjadi fenomena luar biasa. Daya tariknya kuat. Jangankan wisatawan dari luar Biak atau Papua, warga di sini saja selalu penasaran. Mereka ingin mencobanya. Inilah experience berbeda dan menarik yang selalu ditawarkan FBMW,” jelas Kepala Dinas Pariwisata Biak Numfor Turbey Onny Dangeubun.
Fenomena Apen Beyeren menambah kekayaan khasanah budaya nusantara.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, ada banyak inspirasi yang diberikan oleh FBMW.
“Festival ini pada dasarnya sarat dengan filosofi. Intinya, manusia dan alam ini harus seimbang. Alam harus dijaga kelestariannya. Apen Beyeren ini telah mengajarkan keseimbangan ini secara riil. Semua puas berada di Biak,” tutupnya. (*)
Komentar